Sabtu, 14 Desember 2013

Pajak Barang Mewah Akan Naik

Berbagai cara dilakukan Pemerintah untuk menstabilkan perekonomian nasional yang sedang terpuruk. Semua sektor disisir karena pemerintah yakin penyebab merosotnya nilai tukar rupiah bukan hanya satu faktor. Salah satu gagasan kebijakan adalah menaikkan secara drastis pajak barang mewah. Gagasan pemerintah itu sudah mendapat lampu hijau dari DPR.
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) akan naik. Jika sebelumnya pajak barang mewah berkisar 75 % dari harga barang, DPR dan Pemerintah sepakat menaikkannya menjadi 125-150 %. Kebijakan ini diharapkan dapat mengerem permintaan dan pembelian terhadap barang-barang mewah yang selama ini didatangkan dari luar negeri.
Dalam konteks ini, Mei lalu, Pemerintah sudah menerbitkan kebijakan tentang pajak kendaraan bermotor yang tergolong mewah. Indonesia termasuk negara pengimpor tertinggi mobil Bentley. Kini, Pemerintah kembali menggulirkan rencana menaikkan pajak untuk barang mewah. Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar membenarkan rencana tersebut, seraya menjelaskan kenaikan prosentase pajak bukan untuk menggenjot penerimaan pajak. “Target utamanya bukan penerimaan pajak,” jelas Mahendra di Jakarta, Selasa (27/8).
Impor barang mewah diduga telah membebani neraca pembayaran. Mahendra juga memastikan kenaikan prosentase pajak barang mewah lebih untuk mengendalikan neraca transaksi berjalan. “Agar tidak defisit,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut kebijakan ini, pemerintah akan merumuskan kembali apa-apa saja yang bentuk produk dan klasifikasi yang terkena kebijakan pajak barang mewah. "Masih kami rumuskan lagi, baik aspek penetapan bentuk produk dan klasifikasi, esensinya direfleksikan dalam Peraturan Menteri Keuangan," jelas Mahendra.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah memuat empat jenis barang mewah kendaraan bermotor yang dikenakan pajak 75%.
Pertama, kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus api berupa sedan atau station wagon, dan selain sedan dengan sistem satu gardan penggerak (4x2) atau dengan dua gardan penggerah (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc. Kedua, kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) lebih dari 2500 cc. Ketiga, kendaraan bermotor roda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc. Keempat, trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mendukung kebijakan pemerintah untuk menaikkan PPnBM hingga 150 persen. Menurutnya, pemerintah harus melakukan pengetatan terhadap barang-barang yang tidak perlu, terutama barang mewah. "Memang tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rupiah, tetapi setidaknya pemerintah bisa memberi tanda-tanda pengetatan pada barang-barang yang tidak perlu," kata Sofjan.
Bahkan Sofjan mengimbau Pemerintah menghentikan impor barang. Cuma, usulan Sofyan akan sulit direalisasikan karena akan bertentangan dengan aturan yang telah dikeluarkan WTO (Word Trade Organization). Kenaikan 120-150 persen, lanjutnya, pada dasarnya juga secara tidak langsung akan menghentikan impor barang mewah.
"Jadi memang tidak ada jalan lain lagi selain stop impor-impor barang mewah. Kalau tidak, kita akan seperti India, perekonomian semakin merosot, tingkat kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah terus menurun," pungkasnya.
Managing Director Asia Pacific Mining Resources, Ramli Ahmad, memberi apresiasi atas kebijakan menaikkan pajak barang mewah. Ia yakin kebijakan ini mampu memperbaiki nilai tukar rupiah. "Pastinya membantu perbaikan ekonomi. Apalagi pemerintah merevisi pajak barang mewah. Akan membantu perekonomian di tengah krisis," ujarnya.

PPNBM diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983, dan telah diperbarui, terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009 (perubahan ketiga). Salah satu perubahan yang muncul adalah lingkup pengertian penyerahan barang kena pajak dan yang tidak termasuk penyerahan barang kena pajak. UU No. 42 Tahun 2009 mengakomodir perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Menurut saya, wacana kenaikan pajak barang mewah menjadi kisaran 125-150% dari harga barang adalah baik. Karena hal ini dapat mencegah defisit pada neraca pembayaran akibat import barang tersebut. Selain itu dapat mencegah kehidupan konsumtif masyarakat Indonesia yang mana sebenarnya pembelian  barang-barang tersebut tidak terlalu penting. Sementara itu pembelian barang mewah dengan cara import akan menghambat pekembangan industri barang dalam negeri, pemerintah tentunya ingin mendukung produsen dalam negeri dalam bersaing dengan produk asing. Dengan keadaan perekonomian Indonesia yang sedang terpuruk saat ini dimana dolar telah menembus kisaran Rp. 12.000 import dari luar negeri tentunya akan membuat merosotnya nilai tukar rupiah. Pemerintah harus mendukung produsen dalam negeri dalam mencapai kualitas produk yang baik sehingga banyak pembeli dari luar negeri yang tentunya ini akan menaikan ekspor dalam negeri sehingga rupiah bisa kembali menguat serta menciptakan kepercayaan konsumen dalam negeri terhadap produk lokal. Jadi, pembelian barang mewah harusnya dibatasi dan wacana kenaikan tarif pajak tersebut menurut saya sudah tepat.

sumber :

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates